Kasus Polisi Memakai Narkoba
Ketergantungan manusia modern pada narkoba dan alkohol memunculkan dugaan mungkin mabuk-mabukan adalah tradisi kuno, bahkan sejak masa prasejarah. Dua hal itu bahkan mungkin mendorong tumbuhnya suatu peradaban.
“Minum dapat membantu orang bersosialisasi, mengubah perspektif, mendorong kreativitas, dan kafein membuat kita produktif,” catat laman Phys.
Kemungkinan lain bisa jadi zat psikoaktif dikembangkan sebagai respons terhadap penyakit peradaban. Masyarakat besar menciptakan masalah besar, seperti perang, wabah penyakit, ketidaksetaraan dalam kekayaan dan kekuasaan.
“Mungkin ketika orang tidak dapat mengubah keadaan mereka, mereka memutuskan untuk mengubah pikiran mereka,” lanjut laman itu.
Sayangnya, menelusuri asal-usul kapan manusia membutuhkan narkoba sebagai pengalih pikiran tak mudah. Hanya sedikit bukti arkeologi yang bisa menunjukkan penggunaan narkoba pada masa prasejarah.
Benih ganja muncul di dalam penggalian arkeologi di Asia dan diketahui usianya 8.100 SM. Data arkeologi pun menunjukkan opium pertama kali digunakan di Eropa pada 5.700 SM. Sejarawan Yunani Kuno Herodotus melaporkan orang Skit mulai kecanduan gulma pada 450 SM.
“Orang-orang menemukan opium dari bunga popi di Mediterania, ganja dan teh di Asia,” tulis Phys.
Namun, bisa jadi leluhur manusia sudah bereksperimen dengan zat adiktif sebelum dibuktikan data arkeologis. Batu dan tembikar terawetkan dengan baik, tetapi tanaman dan bahan kimia cepat membusuk.
Sejauh ini bukti arkeologi menunjukkan penemuan dan penggunaan intensif zat psikoaktif kebanyakan berasal dari masa revolusi neolitik pada 10.000 SM. Itu saat manusia telah menemukan cara bertani dan hidup menetap.
Baca juga: Asal-Usul Kopi
Secara historis zat psikoaktif telah digunakan oleh pendeta dalam upacara keagamaan. Sebagaimana menurut Marc-Antoine Crocq, ahli psikiatri Prancis, dalam “Historical and Cultural Aspects of Man’s Relationship with Addictive Drugs” jurnal Dialogues Clin Neurosci. 2007 Dec; 9(4), manusia pada awalnya mungkin menemukan efek psikoaktif dari beberapa tanaman melalui hewan ternak mereka.
“Tradisi mengatakan bahwa para pendeta Ethiopia mulai memanggang dan merebus biji kopi agar tetap terjaga sepanjang malam untuk berdoa. Itu setelah seorang gembala memperhatikan bagaimana kambingnya bermain-main setelah makan di semak-semak kopi,” tulis Crocq.
Lalu ada jamur Amanita muscaria yang mengandung zat halusinogen. Jamur ini, menurut Crocq, telah digunakan dalam ritual keagamaan di Asia Tengah setidaknya selama 4.000 tahun. Amanita muscaria memiliki makna religius di India kuno.
“Anak-anak [modern] mengenal jamur merah dengan bintik putih yang indah ini dari ilustrasi dongeng dan kartu Natal,” jelasnya.
Sementara di Amerika, penduduk aslinya telah mengenal efek dari kaktus peyote, kaktus san pedro, morning glory, datura, salvia, anadenanthera, ayahuasca, dan lebih dari 20 spesies jamur psikoaktif. Pernah ada temuan berupa sisa buah kaktus peyote berbentuk kancing berusia 4.000 SM menurut penanggalan karbon. Penduduk asli di Meksiko pra-Columbus dan juga Navajo di barat daya Amerika Serikat, menggunakan kaktus peyote (Lophophora williamsii) untuk memicu keadaan introspeksi spiritual. Kaktus ini mengandung efek psikoaktif, terutama mescaline.
Temuan patung berbentuk jamur dari Meksiko mengisyaratkan penggunaan jamur jenis psilocybe pada 500 SM. Jamur ini diketahui mengandung zat halusinogen.
Opium dari bunga popi oleh bangsa Sumeria pada akhir milenium ke-3 SM disebut dengan istilah “gil”, artinya kegembiraan.
Biji-bijian dari bunga popi juga dipercaya menjadi obat untuk mencegah tangisan berlebihan pada anak-anak. Ini terbaca dalam Papirus Ebers dari sekira 1500 SM, salah satu dokumen medis tertua umat manusia. Pertama-tama biji popi disaring menjadi bubur dan diberikan kepada pasien selama empat hari berturut-turut.
Stewart Ross dalam The First of Everything: a Celebration of Human Invention mencatat, Paracelsus (1493–1541), alkimiawan dari Swiss, adalah yang pertama kali meresepkan laudanum atau ekstrak alkohol dari opium pada 1525. Resep ini untuk obat pereda nyeri.
Pada abad ke-19, laudanum secara luas digunakan pada orang dewasa dan anak-anak. Mereka memakainya untuk berbagai penyakit, seperti insomnia, penyakit jantung, dan infeksi.
“Kelas pekerja sebagian besar mengonsumsi laudanum karena lebih murah daripada gin atau anggur, karena lolos dari pajak,” jelas Ross.
Morfin pertama kali digunakan oleh ahli kimia Jerman, Friedrich Serturner pada sekira 1804. Tiga tahun kemudian morfin mulai dijual.
Sementara ahli bedah China, Hua Tuo (sekira 140–208 M) mendapat kredit atas penggunaan pertama kali ganja sebagai obat bius. “Meskipun orang Mesir hampir pasti menggunakannya sebelum ini,” tulis Ross.
Orang-orang asli Amerika juga menemukan cara menghirup tembakau dan halusinogen melalui hidung. “Mereka adalah orang pertama yang menghirup narkoba, praktik yang kemudian dipinjam orang Eropa,” tulis laman Phys.
Crocq berpendapat, persoalan kehilangan kendali dan penyalahgunaan zat-zat adiktif mulai menjadi bahan diskusi pada abad ke-17. Isu-isu yang diperdebatkan seperti apakah kecanduan itu dosa atau penyakit, sehingga mana yang perlu dilakukan, pengobatan moral atau medis? Didiskusikan pula soal apakah pemakaian zat adiktif ini berkaitan dengan kerentanan dan psikologi seseorang. Diperdebatkan juga apakah zat ini harus diatur penjualannya atau tetap bisa diperjualbelikan secara bebas.
Baca juga: Candu untuk Revolusi Indonesia
Pada awal abad ke-20, ensiklopedia di negara-negara Barat masih menyatakan bahwa orang dengan kesehatan mental dan fisik yang baik dapat menggunakan opium tanpa risiko ketergantungan.
Namun, opium adalah contoh dari zat yang pola penggunaannya berubah pada beberapa abad terakhir. Dari obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan anestesi menjadi zat yang terkait dengan penyalahgunaan dan ketergantungan.
Sama halnya dengan metode fermentasi gandum yang mengandung pati untuk kemudian menghasilkan bir dengan kandungan alkohol sekira 5 persen. Proses fermentasi yang sama dengan anggur menghasilkan kandungan alkohol hingga 14 persen. “Orang bisa minum alkohol dengan kekuatan 50 persen dan lebih, membuatnya lebih mudah untuk mabuk,” lanjut Crocq. “Demikian pula rokok yang memungkinkan nikotin dapat diserap dengan cepat.”
Pada era kolonial, revolusi industri, dan perdagangan internasional, kecanduan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Pada abad ke-18, potensi kecanduan opium diakui ketika sejumlah besar orang Tiongkok menjadi kecanduan. Pemerintah Tiongkok berusaha menekan penjualan dan penggunaannya.
Baca juga: Bisnis Candu Kompeni Belanda
Di Eropa, kelas pekerja terancam pula oleh kecanduan alkohol. Emil Kraepelin, psikiater Jerman yang berpengaruh besar pada pembentukan psikiatri modern, menjadi salah satu yang memerangi alkohol. Dia menerbitkan data psikometrik pertama tentang pengaruh teh dan alkohol pada awal 1890-an. Sebagai hasil dari penelitiannya, dia sampai pada kesimpulan bahwa kecanduan alkohol kronis memicu lesi otak kortikal yang menyebabkan penurunan kognitif permanen.
Sigmund Freud, ahli ilmu saraf yang sezaman dengan Kraepelin, kemudian melakukan pendekatan psikologis terhadap efek kecanduan. Konsekuensinya, kecanduan alkohol, opiat, dan bahkan perjudian telah dikelompokkan bersama di bawah penyebutan yang sama. Namun, itu dianggap sebagai ekspresi berbeda dari satu sindrom kecanduan yang mendasarinya.
“Menariknya, Al-Qur’an memperingatkan soal anggur (khamr) dan perjudian (maisir) dalam surat yang sama (Al-Baqarah: 219),” jelas Crocq.
Demikianlah orang-orang terdahulu menyempurnakan psikotropika menjadi lebih kuat. Lalu membuat efek yang lebih cepat. “Berujung pada penyalahgunaan,” tulis Crocq.
Purwokerto (ANTARA) - Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas menetapkan dua warga Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, sebagai tersangka kasus peredaran narkotika jenis sabu-sabu di Kabupaten Banyumas, Jateng.
"Kedua tersangka masing-masing berinisial AR, warga Sirampog, Brebes, dan EHP, warga Tonjong, Brebes. Saat ini, mereka telah ditahan," kata Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Polisi Ari Wibowo didampingi Kepala Satresnarkoba Komisaris Polisi Willy Budiyanto di Purwokerto, Banyumas, Jumat.
Menurut dia, kedua tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara.
Terkait dengan kronologi pengungkapan kasus tersebut, Kasatresnarkoba Kompol Willy Budiyanto mengatakan bahwa hal itu berawal dari informasi masyarakat terkait dengan dugaan peredaran narkotika di Kecamatan Pekuncen, Banyumas.
"Informasi tersebut kami tindak lanjuti dengan penyelidikan. Hingga akhirnya kami berhasil mengamankan AR yang sedang berada di tepi Jalan Raya Banjaranyar-Bumiayu, Desa Banjaranyar, Kecamatan Pekuncen, pada hari Minggu (8/12), beserta barang bukti narkotika jenis sabu-sabu," katanya.
Saat diinterogasi oleh petugas Satresnarkoba, kata dia, AR mengaku mendapatkan narkotika jenis sabu-sabu itu dari EHP.
Oleh karena itu, lanjut dia, petugas Satresnarkoba melakukan pengembangan dan mengamankan EHP beserta barang bukti berupa narkotika jenis sabu-sabu.
"Total barang bukti narkotika jenis sabu-sabu yang kami sita dari kedua tersangka sebanyak 19,75 gram," kata Kompol Willy.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki menyebutkan bahwa oknum anggota Kepolisian yang diduga terlibat penyalahgunaan narkoba telah dilakukan rehabilitasi.
"Kan sudah direhab," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Namun Hengki tidak menjelaskan secara detail terkait kapan oknum polisi tersebut direhabilitasi, jumlahnya berapa anggota yang menjalani rehabilitasi dan putusan sidang kode etiknya.
Dia hanya menjelaskan bahwa anggota Kepolisian yang terlibat narkoba diproses layaknya masyarakat umum.
"Kalau sebagai pengguna, baik masyarakat, anggota secara pelanggaran disiplin kan diproses oleh Ditpropram," katanya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi menyebutkan setelah dilakukan tes urine, empat oknum polisi positif menggunakan narkoba dan satu negatif.
"Empat positif (narkoba), satu negatif," katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (25/4).
Baca juga: Kapolres Jaktim tegaskan anggotanya tak terlibat narkoba di DepokBaca juga: Polisi ungkap kasus peredaran sabu dan liquid ganja di Depok
Ade Ary menjelaskan pemeriksaan sejumlah oknum polisi tersebut masih berlangsung dan ditangani oleh Polda Metro Jaya.
"Pemeriksaan masih berlangsung, proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik, dugaan pelanggaran disiplin masih berlangsung Bid Propam. Kemudian kasus penyalahgunaan narkobanya masih berlangsung di Direktorat Reserse Narkoba," katanya.
Ade Ary juga menegaskan pihaknya berkomitmen untuk tidak pandang bulu dan memproses secara tuntas kasus tersebut.
Petugas menangkap lima oknum polisi terkait kasus dugaan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya (narkoba) di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Sabtu (20/4).
"Benar, lima (anggota Kepolisian)," kata Ade Ary sebelumnya.Baca juga: Soal oknum polisi pakai narkoba, Polda Metro Jaya: masih berprosesBaca juga: Polres Metro Jaksel pecat enam anggota terkait narkoba dan bolos kerja
Pewarta: Ilham KausarEditor: Sri Muryono Copyright © ANTARA 2024
Lensajatim.id, Sumenep- Seorang Oknum Anggota DPRD Kabupaten Sumenep berinisial BEI dibekuk Satresnarkoba Polres Sumenep terkait dugaan kasus jual beli narkoba.
Tidak hanya menangkap, polisi juga sudah menetapkan menjadi tersangka. Tersangka ditangkap dengan barang bukti 15,76 gram, Kamis (5/12/2024).
Polisi mengamankan tersangka di Desa Palasa Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep.
Adapun barang bukti yang berhasil diamankan antara lain sabu dengan berat netto lk 15,76 gram, seperangkat alat hisap sabu (bong), 6 (enam) buah pipet yg terbuat dari kaca, dan barang bukti lainnya.
Penangkapan tersangka B berawal saat Unit Opsnal Satresnarkoba Polres Sumenep melakukan penangkapan terhadap Terlapor ES dan KA sedang pesta sabu. Saat dilakukan penggeledahan ditemukan BB tersebut diatas, setelah ditunjukkan mengakui telah menggunakan narkotika.
“Jadi penangkapan tersangka B ini merupakan hasil pengembangan. B ini berperan sebagai pengedar.
Kemudian pada hari Rabu tanggal 4 Desember 2024 sekira pukul 16.30 wib, Kasat Narkoba Akp Anwar Subagyo melakukan pengembangan dan penggeledahan terhadap rumah milik B.
Selanjutnya terlapor berikut barang buktinya diamankan ke kantor Satresnarkoba Polres Sumenep guna penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
Akibat perbuatannya terlapor dijerat dengan pasal Narkotika Golongan I jenis sabu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) Subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara. (Yud/Red).
MEMOonline.co.id, Sumenep- Seorang anggota DPRD Kabupaten Sumenep dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 ditangkap polisi atas dugaan kasus narkoba, Rabu (4/12/2024).
Legislator berinisial B ini baru dilantik untuk periode 2024-2029 dan kini menjalani pemeriksaan di Polres Sumenep.
B ditangkap pada pukul 21.53 WIB dan langsung dibawa ke Mapolres untuk penyelidikan lebih lanjut.
Kasatreskoba Polres Sumenep, AKP Anwar Subagyo, membenarkan penangkapan tersebut.
“Benar,” ujarnya singkat.
Ia meminta konfirmasi lebih lanjut kepada Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti.
Widiarti menyatakan pihaknya masih memeriksa informasi terkait kronologi dan motif kasus ini.
“Kami masih kroscek,” katanya, Rabu malam.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh spekulasi yang berkembang sebelum ada keterangan resmi.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan legislator yang seharusnya menjaga integritas dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat.
Hingga berita ini ditayangkan, Polres Sumenep belum merilis detail terkait kronologi, motif, maupun barang bukti yang diamankan.
Dapil 1 Sumenep sendiri diwakili oleh tujuh legislator dari berbagai partai, termasuk PKB, Gerindra, PDIP, PKS, PAN, dan PPP.
Namun, pihak berwenang belum mengungkap identitas lengkap tersangka.
Penulis : Alvian
Editor : Udiens
Publisher : Syafika Auliyak
MEMOonline.co.id, Sumenep- Satreskrim Polres Sumenep berhasil mengungkap kasus penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama berdasarkan Laporan...
MEMOonline.co.id, Sumenep- Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Front Pejuang Keadilan (FPK) mengecam keras keterlibatan anggota DPRD Kabupaten...
MEMOonline.co.id, Jember- Bupati Jember terpilih, Muhammad Fawait, mulai menyusun langkah strategis untuk mewujudkan mimpi...
p>MEMOonline.co.id, Sumenep- Kecelakaan akibat jalan berlubang kembali menjadi sorotan, terutama di jalur alternatif wilayah utara yang menghubungkan...
MEMOonline.co.id, Sumenep- Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Sumenep digelar untuk membahas Nota Penjelasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah...
Barelang: Kepala Satuan Narkoba Polresta Barelang dan sejumlah oknum anggota diperiksa Propam Polda Kepri terkait dugaan kasus narkoba. Pemeriksaan tersebut merupakan hasil pengembangan dari pengungkapan kasus narkoba yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Kepri. Berdasarkan informasi yang diperoleh Media Indonesia, para personel ini diduga terlibat dengan bandar sabu berinisial AZ di Kampung Aceh, Mukakuning, Kota Batam. AZ diketahui merupakan mantan anggota Polri yang telah dipecat. Jumlah personel yang ditahan mencapai 9 orang, termasuk Kasat Narkoba Polresta Barelang, Kompol SN.
Kasus ini bermula saat Ditresnarkoba Polda Kepri menangkap AS pada bulan Juni lalu. Dalam pemeriksaan, AS mengaku barang bukti sabu di tangannya tersebut dibeli dari personel Satresnarkoba Polresta Barelang.
"Benar adanya pemeriksaan sejumlah oknum Satuan Narkoba Polresta Barelang," kata Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pandra Zahwani Arsyad, Kamis, 15 Agustus 2024.
Menurut dia, terkait dengan
yang terlibat, serta jumlah barang bukti yang diamankan merupakan kewenangan penyidik, karena saat ini masih dalam tahap pemeriksaan.
Sedangkan pemeriksaan terhadap oknum anggota Satnarkoba Polresta Barelang ini merupakan bentuk komitmen Polri dalam mendukung program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Negeri atau Kejari Medan melakukan eksekusi dari putusan Mahkamah Agung atau MA terhadap Toto Hartono selaku mantan Panit I Unit Sat Narkoba Polrestabes Medan.
Toto Hartono dieksekusi ke Rumah Tahan atau Rutan Tanjung Gusta di Medan karena kasus Narkoba dan juga pencurian uang sebesar Rp 650 juta. Toto Hartono terbukti melanggar Pasal 363 ayat 1 ke 4 KUHP dan Pasal 112 ayat 1 UU Psikotropika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus polisi terjerat narkoba bukan hanya terjadi kali ini saja tapi sudah beberapa kali terjadi dan inilah beberapa deretan polisi dengan pangkat perwira yang terjerat kasus narkoba
1. Irjen Teddy Minahasa, Mantan Kapolda Sumatera Barat
Seperti yang sudah kita ketahui, Teddy Minahasa dijadikan sebagai tersangka atas kasus narkoba. Lulusan Akpol '93 ini terseret setelah akhirnya mantan anak buahnya yang juga eks Kapolres Bukittinggi yang bernama AKBP Doddy Prawiranegara mengatakan bahwa Teddy Minahasa terlibat dalam kasus narkoba, saat itu Teddy baru saja menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat dan hingga kini kasusnya terus berjalan dan sedang dilakukan persidangan.
2. Kombes Yulius Bambang Karyanto, Perwira Baharkam Mabes Polri
Baru-baru ini, Kombes Yulius Bambang Karyanto ditangkap anggota Polda Metro Jaya karena kasus narkoba. Kombes Yulius saat itu tercatat sebagai perwira menengah di Baharkam Mabes Polri. dan pada saat penangkapan, Yulius terlihat sedang bersama seorang perempuan di salah satu hotel di daerah Jakarta Utara.
3. AKBP Dody Prawiranegara, Mantan Kapolres Bukittinggi
Dody Prawiranegara yang saat ini merupakan mantan Kapolres Bukittinggi terjerat kasus narkoba bersamaan dengan Teddy Minahasa. Doddy diduga menerima perintah dari Teddy untuk menjual sebagian barang bukti berupa sabu-sabu yang akan diamankan Polresta Bukittinggi kepada Linda Pudjiastuti yang merupakan seorang warga sipil.
4. AKBP Benny Alamsyah, Mantan Kapolsek Metro Kebayoran Baru.
Selanjutnya adalah mantan Kapolsek Metro Kebayoran Baru yaitu Benny Alamsyah terseret kasus narkoba dan pengadilan sudah menjatuhkan vonis selama 1,5 tahun penjara terhadap Benny. kasusnya ini sudah terungkap sejak 2019 lalu dan setelah diketahui memakai sabu, jabatannya sebagai Kapolsek langsung dicabut saat itu
5. Kompol Kasranto, Mantan Kapolsek Kalibaru
Sama seperti Deddy, Kompol Kasranto diduga terlibat atas kasus narkoba yang melibatkan Teddy Minahasa. Kompol diduga menjadi salah satu oknum yang membeli sabu ke Deddy yang mana sabu tersebut merupakan barang bukti dari Teddy Minahasa.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan, ada 69 keterlibatan anggota Polri dalam kasus narkotika periode Juli 2023-Juni 2024.
"Pemantauan Kontras menunjukkan, ada 69 peristiwa keterlibatan anggota Polri dalam tindak pidana narkotika pada Juli 2023-Juni 2024," kata Koordiantor Kontras Dimas Bagus Arya dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024).
Dimas mengatakan, dari 69 peristiwa yang terdokumentasikan itu, 28 anggota Polri yang terlibat dalam kasus adalah pengguna narkoba, 17 turut menjadi pengedar, dan 16 anggota memiliki atau menyimpan.
Baca juga: Kontras: Polisi 15 Kali Salah Tangkap dalam Setahun Terakhir, Korbannya 23 Orang
Polres disebut masih menjadi institusi paling banyak menyumbang keterlibatan anggotanya dalam kasus narkoba yaitu 49 anggota.
Sementara itu, di tingkat polsek, hanya 6 orang dan polda 14 anggotanya.
"Salah satu contoh terbaru dari keterlibatan anggota polisi dalam pusaran narkotika adalah keterlibatan enam orang anggota Polres Jakarta Selatan yang dipecat akibat terbukti menjadi pengedar narkotika pada Mei 2024 yang lalu," ucap Dimas.
Dimas menilai, keterlibatan anggota Polri dalam kasus narkoba menunjukkan upaya penanggulangan tindak pidana ini memiliki masalah mendasar di aparat penegak hukumnya.
Aparat yang seharusnya menumpas peredaran narkoba justru menjadi penikmat barang haram tersebut.
Baca juga: Momen Prabowo Dampingi Jokowi Saksikan Defile Bersama di HUT Bhayangkara
Dia menyebut, keterlibatan anggota Polri dalam kasus narkoba tak hanya menunjukkan kegagalan dalam pemberantasan, tetapi juga kegagalan internal Polri dalam pengawasan kelembagaan.
"Masalah ini juga menggarisbawahi perlunya reformasi internal yang mendalam dalam Polri, termasuk peningkatan pengawasan terhadap perilaku anggota, penerapan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran etika, serta peningkatan integritas dalam menjalankan tugas-tugas mereka," ucap dia.
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi berpangkat Ajun Komisaris atau AKP bekas Kepala Satuan Narkoba Polres Lampung Selatan divonis hukuman mati. Andri Gustami polisi yang membantu peredaran narkotika jaringan Fredy Pratama. Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Lingga Setiawan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa Andri Gustami.
"Menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Andri Gustami," kata Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan membaca amar putusan dalam persidangan, Kamis, 29 Februari 2024, dikutip Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekas Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dipecat dari kepolisian dengan pangkat akhir dia Inspektur Jenderal. Ia divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sambo dinyatakan bersalah dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam sidang pembacaan putusan, Senin, 13 Februari 2023.
“Menjatuhkan terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusan.
Terdakwa mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan Andri Gustami duduk menunggu sidang putusan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Lampung, Kamis 29 Februari 2024. Andri Gustami divonis hukuman mati oleh majelis hakim karena terbukti meloloskan pengiriman 150 kg narkotika jenis sabu-sabu dan 2.000 pil ekstasi dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa. ANTARA FOTO/Ardiansyah
Pada Senin, 23 Oktober 2023, Andri Gustami masih menjalani sidang dakwaan. Jaksa yang menuntut dakwaan membacakan alasan Andri Gustami. Mulanya, jaksa bercerita, Andri sudah setahun bertugas di Lampung Selatan. "Sudah banyak penangkapan besar yang dilakukan tapi tidak ada penghargaan. Kalau begini mending saya cari duit saja untuk masa depan," kata jaksa Eka S. menirukan ucapan Andri Gustami.
Dari cerita jaksa, sudah delapan kali Andri membantu pengawalan narkotika milik sindikat peredaran gelap Fredy Pratama. "Setelah adanya kesepakatan jatah yang diterima oleh terdakwa Andri Gustami dengan jaringan Fredy Pratama, " kata jaksa. "Pengawalan dilakukan sampai ke area antrean masuk kapal Ferry Express, sehingga terhindar dari pemeriksaan petugas kepolisian yang ada di depan pintu masuk Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan."
Sebelum menerima vonis mati, Andri Gustami dituntut oleh jaksa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau dikenakan Pasal 137 huruf A juncto Pasal 136 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Andri Gustami telah melakukan permufakatan jahat untuk menawarkan, dijual dan menjual, membeli, menukar, menyerahkan atau menerima, narkotika golongan I.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi melakukan adegan rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah dinas di Jalan Duren Tiga Barat, Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2022. TEMPO/Magang/Haninda Hasyafa
Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Propam Polri dituntut jaksa sebagai otak pembunuhan berencana terhadap ajudannya di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2023.
Vonis hukuman mati yang diputuskan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara seumur hidup. Walaupun akhirnya, hukuman mati terlepas dari Ferdy Sambo. Sebab, Mahkamah Agung atau MA memotong vonis hukuman itu. MA menerima permohonan kasasi Ferdy Sambo. Hukuman mati diubah menjadi penjara seumur hidup pada Selasa, 8 Agustus 2024.
MA beralasan Ferdy Sambo telah mengabdi 30 tahun. Sambo dianggap layak mendapat keringanan hukuman. "Sejalan dengan amanat Pasal 8 ayat 2 UU Kekuasaan Kehakiman, bahwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan jahat terdakwa," bunyi pertimbangan putusan kasasi yang dikutip dari situs web MA.
Diikutip dari situs web Mahkamah Agung, ada beberapa perubahan penting terkait hukuman mati.. Ini terutama pembaharuan yang telah dilakukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada 6 Desember 2022, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Pasal 100 Ayat 1 KUHP mengatur, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana.